Tugas 6 Softkill Ilmu Budaya Dasar (IBD) - Pak Edi Fakhri
Tema : Kemiskinan di Perkotaan
PEMULUNG METROPOLITAN
Sebagai
kota metropolitan seperti Jakarta ini, kemiskinan merupakan salah satu masalah
utama yang harus dapat diselesaikan. Dimana Kemiskinan merupakan suatu keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan ,
pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.Namun sayangnya, Jakarta
sebagai kota perdagangan dan jasa tidak menginginkan sebagian besar mereka,
karena mereka umumnya datang ke Jakarta tanpa bekal pendidikan dan keahlian
yang cukup, yang dinginkan oleh pasar tenaga kerja di Jakarta. Akhirnya, untuk
bertahan hidup mereka bertumpu pada berbagai pekerjaan sektor informal dan
salah satu yang paling sering terlihat di disekitar kita adalah pemulung.
Pemulung
adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah
tidak layak pakai, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang yang
bekerja sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua
sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung
disitu pasti ada sampah. Pekerjaannya mencari barang bekas, membuat sebagian
besar orang menganggap remeh pemulung. Mereka mengorek tempat sampah untuk
mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai jual. Namun, berkat
kehadirannya pula, lingkungan dapat terbebas dari barang bekas yang bila
dibiarkan bisa menjadi sampah. Mereka juga membantu pemerintah dalam mengelola
sampah. Tak hanya itu, hasil pekerjaannya mereka juga menjadi tumpuan bagi keluarganya.
Kehidupan
Pemulung
Tidak
banyak yang mengetahui kehidupan di balik seorang pemulung. Bagi sebagian
mereka, memulung barang-barang bekas adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa
mereka lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi, supaya mereka dapat bertahan
hidup di ibukota ini. Para pemulung menjauhkan gengsi mereka untuk
mengambil botol-botol bekas diantara orang-orang yang sedang makan, mereka rela
mencari kardus, plastik, dan barang-barang bekas lainnya di tong sampah yang
sangat menyengat baunya, dan hasilnya pun juga sedikit. Misalnya kalau di area Stasiun Manggarai,
perharinya hanya dapat hasil mulung 20/30 ribu. Biasanya penghasilannya
dari aqua gelas dihargai 5-6 ribu, aqua botol 5 ribu, kalau gelas
plastikselain aqua sekitar 2 ribuan.
Mereka
melakukannya demi melepaskan dahaga dan kelaparan.Mereka hanya berpikir untuk
makan hari ini, hari esok, dan hari-hari berikutnya. Hanya itu yang mereka
inginkan. Tetapi sebagian dari mereka juga ada yang mencoba untuk mencari
pekerjaan lain. Tapi sayangnya, karena adanya perubahan zaman, penggatian
kekuasaan, banyaknya peraturan baru serta keterbatasan pendidikan membuat
mereka tak dapat beranjak dari pekerjaan memulung.Mereka lebih memilih itu
semua dibanding mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak halal.
Perubahan yang terjadi itu terdapat dalam berbagai hal, misalnya saja di Stasiun Manggarai, dulu Mak Ruminah kerja di Stasiun Manggarai, kalau dulu bosnya orang Jawa, tapi sekarang orang Cina yang megang. Dahulu para pemulung juga mempunyai gubuk disekitar Stasiun, namun karena adanya penggantian kekusaan tersebut gubuk-gubuk di sekitar Stasiun di bongkar. Mereka yang dahulunya dapat beristirahat di gubuk sekarang tidak bisa lagi dan kebanyakan mereka sekarang tidur di jalanan.
Tidak
hanya itu yang mereka hadapi, terkadang setelah bersusah payah mencari barang
bekas kesana kemari untuk menghasilkan uang, tak jarang ada juga orang-orang
yang merasa tak berdosa mencuri hasil jerih payah mereka ketika mereka
beristirahat melepas lelah malam harinya di jalanan tersebut.
Di
Jakarta ini, ternyata terdapat perbedaan dalam hal pengaturan mulung di
daerahnya. Misalnya kalau di daerah Manggarai, kalau mulung bebas mau mencari
kemana saja, tidak ada wilayah-wilayahan. Karena cuma jalanan
biasa, kalau ada barang bekas langsung diambil. Tetapi kalau didaerah komplek perumahan
biasanya adapembagian wilayah. Selain itu, juga terdapat perbedaan dalam
hal interaksi sosial. Ada kawasan dimana semuanya bekerja secara individu,
tidakberkelompok. Misalnya di kawasan di dekat stasiun Manggarai, disana tidak ada
saling tolong menolong, sekalipun teman kalau masalah uangatau makanan urusan
masing-masing.
Tidak ada
solidaritasnya kalau sakit ya di biarkansaja. Disisi lain ada kawasan dimana
pemulung itu mereka berkelompok, misalnya di Bongkaran, disana pemulung
saling bantu.Kalau ada yang sakit, nyumbang sama-sama seadanya seperti untuk
beli obat.
Walaupun
merasa letih, sedih, dan juga marah karena berbagai hal yang mereka hadapi
tetapi mereka tak kunjung berhenti menjadi seorang pemulung karena semua
perasaan itu sirna, karena memikirkan anak-anak mereka yang membutuhkan makan
untuk bertahan hidup. Itulah rasa kebersamaan yang mereka miliki, perasaan
sayang terhadap keluarga menghancurkan segala keputusasaan mereka dan
memberikan semangat tersendiri terhadap mereka untuk tetap membahagiakan
keluarganya.
Latar
Belakang Menjadi Pemulung
Ada
beberapa alasan mengenai seseorang menggeluti profesi sebagai
pemulung yang kami dapatkan dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan
Stasiun Manggarai :
· Faktor
ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu)
· Sulitnya
mencari pekerjaan
· Tingkat
pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
· Tidak
ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan
merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan yang
rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya
tamat pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga
yang tidak berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat
terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh pemulung sangat sederhana. Yaitu,
karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.
Di
lihat satu persatu dari informan yang kami wawancara, pertama Mak Ruminah yang
awalnya bekerja di Stasiun Manggarai tersebut, kemudian transmigraasi ke
Sulawesi Utara, namun karena ada masalah balik lagi ke Jakarta. Karena adanya
perubahan kekuasaan dan keterbatasan pendidikan maka Mak Ruminah tidak diterima
lagi bekerja di stasiun tersebut, dan memutuskan untuk memulung.Sedangkan
informan yang kedua, Bang Acuy, karena sulitnya mencari pekerjaan serta untuk
menghidupi anaknya dia memutuskan untuk memulung. Informan ketiga Mpok Iis
memulung karena lingkungan sekitarnya yang membawanya ke pekerjaan memulung
ini, walaupun awalnya dia sempat menggeluti pekerjaan yang lain. Dan terakhir
informan yang keempat, Mpok Ismayati memutuskan untuk memulung untuk menghidupi
dirinya sendiri dan anaknya yang masih kecil.
Gambaran
Kemiskinan Ibukota di Kawasan Stasiun Manggarai
Berdasarkan
hasil wawancara kami terhadap pemulung yang berada di kawasan Stasiun Manggarai,
kami menggolongkan bahwa sebagian besar dari Informan kami termasuk kedalam
kemiskinan Kultural yaitu kemiskinan yang berkaitan erat dengan sikap seseorang
atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupan sekalipun ada usaha pihak lain yang membantunya.
Seperti,
Informan yang pertama, Mak Ruminah, walaupun sebenarnya dia bisa bekerja dan
pernah menjadi buruh sawah, kuli bawang dan pekerjaan buruh
lainnya, tetapi ia lebih memilih untuk memulung karena menurutnya
lebih enakan tinggal di Jakarta walaupun hanya kerja sebagai pemulung. Hampir
sama dengan Mak Ruminah, Mpok Iis dan Mpok Ismayati juga pernah memiliki
perkerjaan lain seperti kalau Mpok Iis kerja di salon dan Mpok Ismayati kerja
jadi pembantu tetapi tetap saja akhirnya mereka memutuskan menjadi pemulung.
UUDPasal
34 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen keempat disebutkan salah satu amanat yang
harus di emban negara bahwa "fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara".
UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. UU ini mengatur Hak dan kewajiban
anak, pada Pasal 4 undang-undang ini disebutkan bahwa “setiap anak berhak
untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi ”.
UUD
Pasal 20 tentang perlindungan anak yaitu “Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak”.
Referensi
http://residivis-champus.blogspot.co.id/2011/10/kehidupan-pemulung-masyarakat-kota.html
http://ganangalfianto.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pemulung.html
http://palinganeh.com/pemulung-ini-tinggal-di-gerobak-manusia-gerobak/
http://residivis-champus.blogspot.co.id/2011/10/kehidupan-pemulung-masyarakat-kota.html
http://ganangalfianto.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pemulung.html
http://palinganeh.com/pemulung-ini-tinggal-di-gerobak-manusia-gerobak/
Komentar
Posting Komentar