Tema : Kemiskinan di Perkotaan


PEMULUNG METROPOLITAN

Sebagai kota metropolitan seperti Jakarta ini, kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang harus dapat diselesaikan. Dimana Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.Namun sayangnya, Jakarta sebagai kota perdagangan dan jasa tidak menginginkan sebagian besar mereka, karena mereka umumnya datang ke Jakarta tanpa bekal pendidikan dan keahlian yang cukup, yang dinginkan oleh pasar tenaga kerja di Jakarta. Akhirnya, untuk bertahan hidup mereka bertumpu pada berbagai pekerjaan sektor informal dan salah satu yang paling sering terlihat di disekitar kita adalah pemulung.
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak layak pakai, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu pasti ada sampah. Pekerjaannya mencari barang bekas, membuat sebagian besar orang menganggap remeh pemulung. Mereka mengorek tempat sampah untuk mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai jual. Namun, berkat kehadirannya pula, lingkungan dapat terbebas dari barang bekas yang bila dibiarkan bisa menjadi sampah. Mereka juga membantu pemerintah dalam mengelola sampah. Tak hanya itu, hasil pekerjaannya mereka juga menjadi tumpuan bagi keluarganya.

Kehidupan Pemulung
Tidak banyak yang mengetahui kehidupan di balik seorang pemulung. Bagi sebagian mereka, memulung barang-barang bekas adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi, supaya mereka dapat bertahan hidup di ibukota ini. Para pemulung menjauhkan gengsi mereka untuk mengambil botol-botol bekas diantara orang-orang yang sedang makan, mereka rela mencari kardus, plastik, dan barang-barang bekas lainnya di tong sampah yang sangat menyengat baunya, dan hasilnya pun juga sedikit. Misalnya kalau di area Stasiun Manggarai, perharinya hanya dapat hasil mulung 20/30 ribu. Biasanya penghasilannya dari aqua gelas dihargai 5-6 ribu, aqua botol 5 ribu, kalau gelas plastikselain aqua sekitar 2 ribuan.
Mereka melakukannya demi melepaskan dahaga dan kelaparan.Mereka hanya berpikir untuk makan hari ini, hari esok, dan hari-hari berikutnya. Hanya itu yang mereka inginkan. Tetapi sebagian dari mereka juga ada yang mencoba untuk mencari pekerjaan lain. Tapi sayangnya, karena adanya perubahan zaman, penggatian kekuasaan, banyaknya peraturan baru serta keterbatasan pendidikan membuat mereka tak dapat beranjak dari pekerjaan memulung.Mereka lebih memilih itu semua dibanding mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak halal.

Perubahan  yang  terjadi  itu  terdapat dalam  berbagai hal, misalnya saja di Stasiun Manggarai, dulu Mak Ruminah kerja di Stasiun Manggarai, kalau dulu bosnya orang  Jawa, tapi sekarang orang Cina yang megang. Dahulu para pemulung juga mempunyai gubuk disekitar Stasiun, namun karena adanya penggantian kekusaan tersebut gubuk-gubuk di sekitar Stasiun di bongkar. Mereka yang dahulunya dapat beristirahat di gubuk sekarang tidak bisa lagi dan kebanyakan mereka sekarang tidur di jalanan.
Tidak hanya itu yang mereka hadapi, terkadang setelah bersusah payah mencari barang bekas kesana kemari untuk menghasilkan uang, tak jarang ada juga orang-orang yang merasa tak berdosa mencuri hasil jerih payah mereka ketika mereka beristirahat melepas lelah malam harinya di jalanan tersebut.
Di Jakarta ini, ternyata terdapat perbedaan dalam hal pengaturan mulung di daerahnya. Misalnya kalau di daerah Manggarai, kalau mulung bebas mau mencari kemana saja, tidak ada wilayah-wilayahan. Karena cuma jalanan biasa, kalau ada barang bekas langsung diambil. Tetapi kalau didaerah komplek perumahan biasanya adapembagian wilayah. Selain itu, juga terdapat perbedaan dalam hal interaksi sosial. Ada kawasan dimana semuanya bekerja secara individu, tidakberkelompok. Misalnya di kawasan di dekat stasiun Manggarai, disana tidak ada saling tolong menolong, sekalipun teman kalau masalah uangatau makanan urusan masing-masing.
Tidak ada solidaritasnya kalau sakit ya di biarkansaja. Disisi lain ada kawasan dimana pemulung itu mereka berkelompok, misalnya di Bongkaran, disana pemulung saling bantu.Kalau ada yang sakit, nyumbang sama-sama seadanya seperti untuk beli obat.
Walaupun merasa letih, sedih, dan juga marah karena berbagai hal yang mereka hadapi tetapi mereka tak kunjung berhenti menjadi seorang pemulung karena semua perasaan itu sirna, karena memikirkan anak-anak mereka yang membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Itulah rasa kebersamaan yang mereka miliki, perasaan sayang terhadap keluarga menghancurkan segala keputusasaan mereka dan memberikan semangat tersendiri terhadap mereka untuk tetap membahagiakan keluarganya.



Latar Belakang Menjadi Pemulung
Ada beberapa alasan mengenai seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung yang kami dapatkan dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan Stasiun Manggarai :
·         Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu)
·         Sulitnya mencari pekerjaan
·         Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
·         Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.
Di lihat satu persatu dari informan yang kami wawancara, pertama Mak Ruminah yang awalnya bekerja di Stasiun Manggarai tersebut, kemudian transmigraasi ke Sulawesi Utara, namun karena ada masalah balik lagi ke Jakarta. Karena adanya perubahan kekuasaan dan keterbatasan pendidikan maka Mak Ruminah tidak diterima lagi bekerja di stasiun tersebut, dan memutuskan untuk memulung.Sedangkan informan yang kedua, Bang Acuy, karena sulitnya mencari pekerjaan serta untuk menghidupi anaknya dia memutuskan untuk memulung. Informan ketiga Mpok Iis memulung karena lingkungan sekitarnya yang membawanya ke pekerjaan memulung ini, walaupun awalnya dia sempat menggeluti pekerjaan yang lain. Dan terakhir informan yang keempat, Mpok Ismayati memutuskan untuk memulung untuk menghidupi dirinya sendiri dan anaknya yang masih kecil.

Gambaran Kemiskinan Ibukota di Kawasan Stasiun Manggarai
Berdasarkan hasil wawancara kami terhadap pemulung yang berada di kawasan Stasiun Manggarai, kami menggolongkan bahwa sebagian besar dari Informan kami termasuk kedalam kemiskinan Kultural yaitu kemiskinan yang berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan sekalipun ada usaha pihak lain yang membantunya.
Seperti, Informan yang pertama, Mak Ruminah, walaupun sebenarnya dia bisa bekerja dan pernah menjadi buruh sawah,  kuli bawang dan pekerjaan buruh lainnya, tetapi ia lebih memilih untuk memulung  karena menurutnya lebih enakan tinggal di Jakarta walaupun hanya kerja sebagai pemulung. Hampir sama dengan Mak Ruminah, Mpok Iis dan Mpok Ismayati juga pernah memiliki perkerjaan lain seperti kalau Mpok Iis kerja di salon dan Mpok Ismayati kerja jadi pembantu tetapi tetap saja akhirnya mereka memutuskan menjadi pemulung.
UUDPasal 34 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen keempat disebutkan salah satu amanat yang harus di emban negara  bahwa "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara".
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. UU ini mengatur Hak dan kewajiban anak, pada Pasal 4  undang-undang ini disebutkan bahwa “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ”.
UUD Pasal 20 tentang perlindungan anak yaitu “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”.




Referensi
http://residivis-champus.blogspot.co.id/2011/10/kehidupan-pemulung-masyarakat-kota.html
http://ganangalfianto.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pemulung.html
http://palinganeh.com/pemulung-ini-tinggal-di-gerobak-manusia-gerobak/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKNOLOGI GAME

GAMEPLAY OVERWATCH

TUGAS AKHIR : SBD 2