PEMBLOKIRAN TELEGRAM DI INDONESIA
Pemerintah mengambil langkah memblokir aplikasi komunikasi
Telegram. Ada 11 DNS yang diblokir yaitu t.me, telegram.me, telegram.org,
core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org,
venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan
flora-1.web.telegram.org.
Dalih pemerintah, aplikasi ini dimanfaatkan sekelompok orang
untuk menyebarkan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan
atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan
lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
"Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap Dirjen
Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan atau akrab disapa Semmy
di Jakarta, Jumat (14/7).
Penggagas aplikasi Telegram dianggap tidak menyiapkan
Standard Operating Procedure (SOP) untuk penanganan konten-konten yang
melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Atas dasar itu pemerintah akhirnya
menutup aplikasi tersebut di Indonesia. Presiden Joko Widodo mengatakan
pemerintah telah lama melakukan pengamatan sebelum akhirnya memblokir aplikasi
percakapan Telegram. Alasan keamanan negara dari ancaman teroris dan paham
radikalisme dijadikan dasar kuat memblokir aplikasi ini.
"Pemerintah kan sudah mengamati lama, mengamati lama,
dan kita kan ini mementingkan keamanan, keamanan negara, keamanan masyarakat,
oleh sebab itu keputusan itu dilakukan," kata Jokowi usai acara peresmian
Akademi Bela Negara Partai NasDem di Pancoran, Jakarta, Minggu (16/7).
Presiden menyebut aplikasi Telegram menjadi saluran favorit
teroris lintas negara untuk merencanakan aksi teror atau menyebarkan paham
radikal ke masyarakat. "Ya kenyataannya masih ada ribuan yang lolos yang
digunakan, baik digunakan bangun komunikasi antar negara untuk hal-hal yang
berkaitan dengan terorisme," tegasnya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memperkuat pernyataan
Presiden Jokowi, aplikasi ini merupakan saluran komunikasi favorit kelompok
terorisme. Dia menyebut beberapa kasus bom yang direncanakan dengan bantuan
aplikasi Telegram. Semisal bom Thamrin, Kampung Melayu, hingga jaringan teror
di Bandung.
"Karena selama ini fitur telegram banyak keunggulan.
Diantaranya, mampu membuat grup hingga 10.000 member dan dienkripsi. Artinya,
sulit dideteksi. Ini jadi problem dan jadi tempat saluran komunikasi paling
favorit oleh kelompok teroris," ujar Tito usai melaksanakan acara
Bhayangkara Run di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (16/7).
Jenderal Tito Karnavian mengakui pemblokiran Telegram yang
dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informasi berdasar rekomendasi dari Polri.
Polri dan Pemerintah telah melakukan analisis intelijen yang cukup lama sebelum
memblokir aplikasi buatan Rusia itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada
aplikasi lain yang juga digunakan untuk komunikasi pelaku teror. Karena itu
Polri dan pemerintah masih melakukan kajian lagi.
"Iya salah satunya (rekomendasi Polri). Saya hasil
analisis intelijen kita yang cukup lama. Nanti kita liat apakah jaringan teror
gunakan saluran komunikasi lain. Kita juga ingin lihat dampaknya. Saya kira ini
akan terus dievaluasi," ucap Tito.
Tito merekomendasikan langkah tegas memblokir aplikasi itu
lantaran upaya Polri menyusup dengan masuk ke grup-grup percakapan mereka mudah
diketahui. Sehingga kelompok teror dapat dengan mudah mengendus keberadaan
polisi di lingkaran mereka. Tito menyebut para teroris memilih menggunakan
aplikasi Telegram karena memiliki berbagai keunggulan.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini meyakini, langkah pemerintah
memblokir Telegram sudah tepat. Langkah ini untuk memutus komunikasi para
pelaku teror. Langkah lainnya yakni mengimunisasi masyarakat agar tidak
terpengaruh paham dan ideologi radikal. Sebab, saat ini berkembang gerakan
terorisme yang non struktur. Gerakan ini tanpa pemimpin dan bergerak sendiri
melakukan aksi terorisme. Fenomena ini muncul setelah keberadaan ISIS. Kelompok
ini biasanya terdoktrin paham-paham radikal dengan membaca Telegram dan
konten-konten di internet.
"Melakukan kontra radikalisasi, mengimunisasi warga yang
rentan terkena ideologi ini agar mereka kuat. Jangan sampai terkena paham
radikal, baru kemudian tindakan hukum melalui langkah lain," tegasnya.
Pemblokiran aplikasi Telegram langsung mengundang respons
Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO Telegram. Kekhawatiran pemerintah terhadap
konten-konten yang dianggap bertentangan di dalam platform tersebut tidak
pernah disampaikan secara langsung kepada pihak Telegram.
"Aneh rasanya, kami belum pernah menerima permintaan
maupun keluhan dari pemerintah Indonesia. Kami akan menyelidiki dan akan
mengumumkan perihal itu," cuit Pavel Durov melalui akun twitternya @durov.
Tak berselang lama, Durov akhirnya buka suara. Dia mengakui
kesalahannya yang tak sadar bila pemerintah Indonesia telah mengirim permintaan
terkait konten negatif.
"Ternyata pejabat Kementerian baru-baru ini mengirimi
kami daftar saluran publik dengan konten terkait terorisme di Telegram, dan tim
kami tidak dapat segera memprosesnya dengan cepat. Sayangnya, saya tidak sadar
akan permintaan ini, yang menyebabkan miskomunikasi ini dengan pihak
Kementerian," jelasnya dalam channel resminya di Telegram.
Demi memperbaiki situasi itu, Durov akhirnya menerapkan tiga
solusi yakni memblokir semua saluran publik terkait teroris yang dilaporkan
oleh Kemkominfo, mengirimkan balasan e-mail ke pihak Kemkominfo untuk membentuk
saluran komunikasi langsung guna bekerja sama menghalangi propaganda teroris,
dan membentuk tim moderator yang berdedikasi dengan pengetahuan bahasa dan
budaya Indonesia untuk dapat memproses laporan konten yang berhubungan dengan
teroris lebih cepat dan akurat.
Komentar
Posting Komentar